Sebagai ketua bergilir ASEAN tahun ini, Malaysia mengoordinasikan pertemuan darurat negara-negara anggota untuk membahas tindakan balasan terhadap tarif AS. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan bahwa Malaysia dan negara-negara ASEAN harus bersatu untuk mencapai konsensus mengenai penerapan tarif timbal balik oleh Amerika Serikat guna meletakkan dasar yang kuat bagi negosiasi berikutnya.
Pada tanggal 7 April, Anwar menyatakan pada pertemuan tersebut bahwa Amerika Serikat pernah mendukung perdagangan bebas dan mendirikan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT), tetapi sekarang mengambil pendekatan yang sama sekali berbeda.
Anwar mengkritik keputusan AS untuk mengenakan tarif, dan mengatakan bahkan Kepulauan Heard dan McDonald, yang hanya merupakan rumah bagi penguin, termasuk dalam cakupan pajak.
Meskipun alasan Presiden AS Trump untuk mengenakan tarif tidak dapat dipertahankan, Anwar mengatakan bahwa negara-negara ASEAN tidak dapat menganggap enteng masalah ini di tengah situasi ekonomi dan politik global yang tidak menentu saat ini. Pemerintah Malaysia akan mengambil tanggapan yang moderat dan pragmatis, melibatkan mitra ASEAN sambil bertindak secara kolektif. Sebagai kawasan dengan jumlah penduduk 640 juta jiwa dan salah satu kekuatan ekonomi terkemuka dunia, ASEAN harus menunjukkan kekuatan kolektif dan persatuan yang kokoh.
Menteri Investasi dan Perdagangan Malaysia Zafrul mengatakan tarif tarif Malaysia atas barang-barang AS adalah 5,6%, bukan 47% seperti yang diklaim Amerika Serikat. Ia mengatakan pemerintah sedang mengambil langkah-langkah untuk mengatasi dampak tarif, termasuk membentuk kelompok kerja untuk mengumpulkan masukan dari para pemangku kepentingan dan menilai dampaknya terhadap berbagai industri. Zafrul juga berencana bertemu dengan pejabat AS pada akhir bulan ini untuk membahas tarif.
Negara-negara Asia Tenggara pertimbangkan pemotongan tarif atas produk-produk AS
Presiden Indonesia Prabowo Subianto mengatakan ia berharap hubungan dengan Amerika Serikat akan adil dan setara, dan bahwa Indonesia akan menyelesaikan masalah tarif melalui jalur diplomatik dan akan mengirim delegasi tingkat tinggi ke Amerika Serikat. Indonesia juga berencana untuk membeli lebih banyak barang AS seperti kapas, gandum, minyak dan gas, serta berjanji untuk mengatasi hambatan non-tarif dan mungkin mengurangi pajak atas produk AS.
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengeluarkan pernyataan yang mengklarifikasi bahwa tarif tertinggi Kamboja atas barang-barang AS adalah 35%, sementara tarif rata-rata hanya 29,4%, bukan 97% (seperti yang diklaim AS).
Menanggapi tarif AS, Kamboja pertama-tama akan mengurangi tarif pada 19 barang AS menjadi 5%, dan pada saat yang sama membentuk kelompok kerja yang akan pergi ke Amerika Serikat untuk berunding kapan saja. Filipina juga mempertimbangkan untuk memotong tarif pada barang-barang AS.
Sekretaris Jenderal Vietnam To Lin telah menyatakan kesediaannya untuk mengurangi tarif atas barang-barang AS menjadi nol, sembari meminta Trump untuk menunda tindakan tarif yang semula dijadwalkan berlaku pada tanggal 9 April selama minimal 45 hari.
Penasihat perdagangan AS mengatakan bahwa sekadar menurunkan tarif terhadap Amerika Serikat, bahkan hingga nol, tetap tidak akan dapat menutupi defisit perdagangan. Amerika Serikat masih akan menghadapi defisit perdagangan sekitar $120 miliar dengan Vietnam. Masalahnya adalah tindakan non-tarif yang diterapkan oleh Vietnam, termasuk subsidi ekspor dan dugaan peran sebagai platform bagi barang-barang China untuk menghindari tarif.
Trump baru-baru ini mengumumkan pemberlakuan tarif timbal balik, yang telah berdampak parah pada banyak negara Asia Tenggara. Kamboja dikenakan pajak sebesar 49%; Vietnam dikenakan pajak sebesar 46%; Indonesia dan Thailand masing-masing dikenakan pajak sebesar 32% dan 36%; Malaysia dikenakan pajak sebesar 24%; dan Filipina dikenakan pajak 17%.